Suara Rakyat

Antara Tahapan Vaksin, Paspor Digital, Skor Sosial Sebelum Munculnya Dajjal

Program the NWO atau agenda 2030 project berjalan dengan mulus nir-hambatan. Mereka langsung ngegas warga dunia dengan COVID19, di Desember 2019. 

Jakarta — Perhelatan G-20 yang dihadiri “pelayan utama” al masih ad dajjal alias KS. Ditengarai sedang pulbaket dengan agenda selanjutnya yang kuat diduga nanti semacam insiden test of the water bagi umat islam Indonesia. Faktanya, wacana paspor digital yang dihembuskan, malah secara aklamasi mendapat persetujuan negara anggota G-20, sebagai arah menuju sistem “skor sosial” yang tentunya akan diadopsi oleh tiap totalitarian state. Bertumpu di sistem police state. Seperti adanya ‘polisi pikiran’ dalam novel 1984 oleh George Orwell. 

Embrio paspor digital adalah perduli lindungi. Suatu aplikasi yang dapat diunduh di playstore dalam platform OS android. Sejatinya merupakan test of the water. Alhasil aplikasi ini bukan saja mengumpulkan data pengguna, tracking, dan hidden application dengan sandi enskripsi, tapi juga menyedot tenaga baterai gadget. Big Brother Is Watching You. 

Data yang nantinya akan collectable bisa merupakan kombinasi dari lahir, tinggal, status, agama, pekerjaan, penghasilan, maps tracking, dlsb. Mengerikan bukan? Disetting lagi dengan regulasi RKHUP yang akan perlahan menjelma Siapa Saja Bisa Kena. Seperti iklan layanan masyarakat yang komunikatif versi Matanajwa. Jelas, ter-record dengan baik, detil dan harus. Combine menu yang walau ditolak mulut, tapi sudah nyampai tenggorokan. Hehehe. 

Pertarungan dua kutub politik berlainan ini, pastinya sangat dinikmati agen asing yang perlu adanya kekacauan di negara penerima hutang. Dengan demikian, semakin mudah pula SDA-nya dirampok. Kan satu sama lain mereka bertengkar. So, emas papua, minyak dan gas di Masela, Laut Natuna Utara juga menyembul cadangan besar migas, jadi tidak atau setidaknya sedikit perhatian. Buzzerp pengkhianat seperti mendapat restu sempurna dari “kakak pembina”. Tiap umpan mereka ganas disambar netizen yang doyan sambat. Badut-badut politik berakrobatik menjaring korban 28, 45 UU ITE, sembari menghina nalar publik. Akal sehat dijungkirbalikkan. Ibaratnya, tiap ada kejadian dan dianalisa sekenanya oleh warganet, sedihnya malah kadang benar. 

Jadi, dengan artikel ini saya sekaligus menjawab beberapa pertanyaan alam bawah sadar saya sendiri, kenapa saya, kita, kami dan kalian begitu garang di sosial media tapi melempem ketika situasi sebenarnya sudah membutuhkan aksi. 

Pertama, dalam tataran elite global juga makin trengginas saja. Mereka benar-benar membentangkan karpet merah untuk kemunculan manusia -yang tidak seorang pun Nabi utusan Allah mengingatkan manusia akan bahaya tipu daya dajjal si messiah palsu- bermata satu, dahinya dihiasi huruf Kaf Fa’ Ra’ [kafir], yang menahbiskan dirinya sebagai -subhanallah- tuhan. Padahal ia cuma seorang manusia yang diberi sedikit pengetahuan soal jejak rasul. 

Kalau kita sedikit membahas tentang Graphene, material ini diketahui memiliki sifat yang menakjubkan, sekaligus membingungkan. Bagaimana bisa sesuatu yang jutaan kali lebih tipis dari rambut manusia, punya kekuatan 300 kali besi baja, dan 1.000 kali lebih konduktif atau bisa mengalirkan panas lebih kuat dari silikon. Secara awam dapat diartikan dia mampu membawa muatan program apapun. 

Implan chip yang sudah menyebar ke seluruh pembuluh darah tentunya akan memiliki efek lanjutan berupa dialirinya tiap pembuluh darah milyaran manusia di bumi dengan nanochip berbahan graphene yang kuat dugaan berisikan program. Selanjutnya, beberapa penelitian menyebutkan soal adanya korelasi teknologi 5G dengan implant chips yang sudah ditanam dengan paksaan vaksinasi imbas plandemic versi NWO. 

Gampangnya : jasad manusia ditanam sebuah relay pemantik program dengan jalan paksaan vaksinasi. Tidak mau vaksin, sulit akses kemana-mana. Tak sadar akhirnya menelan cairan vaksin yang disuntikkan ke buah, daging, hewan dan telur. Alhasil, relay berupa graphene tadi masuk kedalam badan milyaran manusia di Bumi. Lalu disiram dengan gelombang 5G, maka “kepatuhan” buatan akan terlaksana. 

Peer yang nanti harus diselesaikan mandataris MPR atau Presiden RI tersebut, dapat saja berbentuk bangunan cosinus tangen rumit seperti dalam trigonometri. Selain bunga hutang dan hutang pokok, masalah kohesi sosial yang dikoyak-koyak oleh tentara fitnah dunia maya berbayar, juga jadi tolok ukur kekuatan infiltrasi negara api ke negeri ini. Fakta berikutnya akan menyajikan rasa tercengang saat mengetahuinya. 

Dalam salah satu pendapatnya ketika diwawancara sebuah media beberapa waktu yang lalu, mantan Kepala BIN Sutiyoso mengingatkan ke bangsa ini agar mewaspadai seringnya TKA asing dari China yang sejak kurun 2015- sekarang jadi masalah kronis bagi keimigrasian negara kepulauan terbesar di dunia ini. Bukan saja datang malam-malam atau di jam tak lazim, namun yang makin menyedot perhatian masyarakat adalah frekwensi dan performance personal para TKA tadi. 

Beberapa foto di media memperlihatkan postur tubuh tegap, gempal, berambut pendek dan bersih. Jika mereka hendak bekerja sebagai tenaga kasar -sebagaimana pengakuan Opung Luhut- sungguh sulit diterima akal sehat. Loh, mereka pengangguran kan? Iya oke pengangguran. Tapi mosok pengangguran jarang yang kerempeng, gondrong, awut-awutan dan dekil? Jumlah mereka, menurut Sutiyoso, sudah cukup banyak. Jadi perlu diwaspadai. 

Identitas lain yang terungkap adalah, sewaktu gegap gempita perlawanan sampai pada titik aksi, maka pasukan siber langsung bereaksi dengan meretas, mengkloning bahkan mengambil alih setiap akun pentolan oposisi. Belum lagi, dengan aksi perundungan yang kerap menimpa setiap pikiran beda di republik ini. Persis seperti polisi pikiran dalam novel 1984 George Orwell. 

Sinyalemen kewaspadaan yang dilontarkan oleh mantan Kepala Intelijen Negara tentu tidak bisa begitu saja diabaikan. Mengingat pola seperti ini jadi semacam langkah pembuka dari kolonialisme ala negeri Tirai Bambu. Bukankah Tibet, Turkistan (Uighur) juga dicaplok dengan skema Proyek-TKA- Kolonisasi? Coba kita lihat nasib Tibet dan Uighur sekarang? Apakah mereka makmur dan bahagia ataukah sebaliknya, terjajah dan diancam dengan genocide?

Ternyata, jarak antara 1984 dengan 2021 itu sangat dekat. Sedekat suara dalam alam bawah sadar yang kita dengar tapi tak mampu kita jalankan. (*)

Disclaimer : Kanal opini adalah media warga. Setiap opini di kanal ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.

Tuesday, 15 November 2022

LH – Penulis – Tinggal di Bumi Allah

Leave A Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts

Load More Posts Loading...No More Posts.